Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama Pancasila terdiri dari dua kata dari Sanskerta yaitu pañca berarti lima dan śīla
berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Istilah Pancasila telah
dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku
Nagara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular,
dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari
bahasa Sansekerta), Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang
lima” (Pancasila Krama), yaitu tidak boleh melakukan kekerasan, tidak boleh
mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh berbohong dan tidak boleh
mabuk minuman keras/obat-obatan terlarang. Pancasila sebagai dasar negara
Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai dasar
negara, maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak saat
itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasarkan kenyataan,
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah diaplikasikan oleh nenek
moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang. Rumusan Pancasila
yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD
1945 adalah :
a.
Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan
ketaqwaan terhadapTuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia percaya dan
taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Kemanusiaan
yang adil dan beradab menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan
kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan.
Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap
hormat dan bekerja sama dengan bangsa –bangsa lain.
c.
Persatuan Indonesia. Dengan
sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka
Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.
d. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Manusia
Indonesia menghayati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah,
karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan melaksanakannya
dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Di sini kepentingan bersama
yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam
musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam melaksanakan
permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya.
e.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dengan
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatannya yang luhur
yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu
dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan
kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Kelima sila dari Pancasila tersebut merupakan
satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang dijadikan
Dasar Negara Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia dalam pengertian ini, Pancasila disebut juga way of life, weltanschaung, wereldbeschouwing, wereld en levens
beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup dan
petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua
semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan bangsa Indonesia dalam segala
bidang dan berarti bahwa semua tingkah laku dan tindakan pembuatan setiap
manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pengamalan dari semua sila
Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai
falsafah negara (philosohische gronslag)
sehingga Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan atau
penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara
Indonesia mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu:
a.
Pancasila sebagai
dasar negara sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 dan pada hakikatnya adalah
sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini
tentang tertuang dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR
No.V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978 merupakan pengertian yuridis
ketatanegaraan.
b.
Pancasila
sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian
Pancasila yang bersifat sosiologis).
c.
Pancasila
sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran
(merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis dan filosofis).
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar
negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Seluruh warga Negara
Kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mengetahui, mempelajari, mendalami
dan mengembangkan serta mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari – hari
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan kemampuan
masing-masing individu. Yang paling penting, kita sebagai warga negara
Indonesia seharusnya bangga terhadap bangsa sendiri. Dengan merealisasikan
sebuah teori atau pengertian dari Pancasila tersebut. Sehingga adanya penerapan
Pancasila oleh diri kita di dalam masyarakat, bangsa dan negara, kita dapat
mengetahui hal – hal yang sebelumnya kita tidak tahu menjadi tahu untuk
selanjutnya dimengerti, dipahami dan diamalkan. Pancasila juga merupakan
pandangan hidup kita dalam bermasyarakat. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan
sebagai petunjuk hidup atau perilaku dalam kehidupan sehari – hari. Dengan kata
lain, Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas
kehidupan dalam bermasyarakat di segala bidang. Semua tingkah laku dan
perbuatan setiap warga Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari
semua sila yang ada dalam Pancasila tersebut. Pengimplementasian Pancasila
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam Pancasila terkandung nilai
luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Implementasi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praktis
untuk mencapai tujuan Bangsa dan Negara yang termuat dalam alinea ke-4
Pembukaan UUD 1945.
Pada zaman globalisasi yang begitu cepat
menjangkau seluruh dunia termasuk negara Indonesia, gelombang demokrasi dan
globalisme telah memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia
untuk menjadikan Pancasila menjadi tidak ada implementasi dalam masyarakat. Implementasi
ideologi negara, falsafah negara dan pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila,
sudah tidak terlihat dan sudah tidak teraplikasikan secara nyata dalam
kehidupan bermasyarakat bahkan di dalam lingkungan Militer. Militer/TNI masih
memegang teguh Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara secara institusi,
akan tetapi secara pribadi/personal dalam kehidupan bermasyarakat maupun di
lingkungan dinas sudah jarang terlihat aplikasi pengamalan nilai-nilai
Pancasila. Hal tersebut terjadi karena sudah berkurang pemahaman terhadap
nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Saat ini bangsa Indonesia sedang dilanda krisis
multidimensional dalam segenap aspek kehidupan masyarakat dan bangsa, bahkan
yang sangat serius ialah krisis moral. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang
mengalami demoralisasi. Dalam perkembangannya, gerakan reformasi yang
sebenarnya memang amat diperlukan itu, tampak seolah-olah tergulung oleh
derasnya arus euforia kebebasan, sehingga sebagian masyarakat seperti lepas
kendali dan tergelincir ke dalam perilaku yang anarkis, timbul berbagai
konflik sosial yang tidak kunjung teratasi dan bahkan di berbagai daerah
timbul gerakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta
keutuhan NKRI atau disintegrasi bangsa. Banyak terjadi tindakan penyimpangan
moral dalam kehidupan nyata di segenap aspek kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara. Karena berbagai kesulitan yang menimpa bangsa, baik di bidang
sosial, politik, ekonomi maupun keamanan maka masyarakat Indonesia menjadi
terlena dan melupakan etika dan moral berkehidupan sebagai Bangsa Indonesia.
Cara berpikir (mindset) masyarakat
Indonesia sudah bergeser menjadi manusia yang materialistis, dimana segala
sesuatu diukur dengan materi bukan dengan kehormatan sebagai manusia yang
beradab dan berketuhanan. Sikap saling toleransi dan empati antar sesama sudah
tidak menjadi budaya dalam masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat dari perjalanan
sosial bangsa kita juga mencatat penyakit-penyakit yang parah dalam berbagai
kasus korupsi di tingkat nasional maupun daerah. Sementara kemiskinan, tingkat
pendidikan dan pelayanan kesehatan yang buruk masih menghantui perjalanan
bangsa Indonesia. Pada sisi lain, kelompok menengah dan profesional tampak
terlalu over confidence karena mereka
relatif berada posisi yang diuntungkan dalam strata sosial dan seringkali lupa
untuk sejenak menengok ke bawah membangun kembali ikatan-ikatan sosial lintas
strata sosial yang hanya bisa dilakukan melalui kesamaan jati diri kebangsaan
Indonesia dengan kesetiakawanan yang sejati. Mereka sibuk dengan dirinya
sendiri atau kelompoknya dan menggagas jalan elitis yang cenderung mengabaikan
pentingnya gerakan yang lebih merakyat.
Implementasi Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat masih sangat kurang dengan fakta-fakta terjadinya
penyimpangan-penyimpangan moral di lingkungan masyarakat masih besar. Hampir
setiap minggu, berita tawuran menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar
pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar
polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima.
Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Di kalangan generasi muda, muncul
fenomena genk. Hampir semua SMA di Jakarta memiliki genk. Alasan pendirian genk
pada intinya sama, yaitu membentuk solidaritas untuk menghantam atau tawuran
dengan sekolah lain. Di Lhokseumawe, Aceh, dua anggota genk cewek SMA terlibat
perkelahian, yang dipicu oleh rebutan cowok (31 Mei 2009). Perkelahian
disaksikan tujuh anggota genk lainnya yang memberikan support. Di Balikpapan, seorang siswa SMP dihajar oleh lima orang
kakak kelasnya dan direkam dengan HP oleh rekan lainnya (27 Nopember 2007).
Alasan merekam adegan ini adalah meniru rekaman inisiasi Genk Motor Brigez
Bandung. Sementara itu di Kutai Kertanegara, beredar rekaman aksi kekerasan
yang diduga dilakukan oleh pelajar putri SMP. Pada rekaman perkelahian remaja
putri yang berdurasi 2 menit itu terlihat sekelompok orang berada pada suatu
tempat yang cukup lapang yang diperkirakan berlokasi di sebuah kawasan jalan di
kota Tenggarong. Ada yang salah di sebagian masyarakat kita karena penyimpangan
moral dianggap sesuatu yang lumrah dan biasa. Sanksi sosial tak berlaku lagi
dan sebagian masyarakat membiarkan, bahkan apatis ketika terjadi penyimpangan
yang sistemis di berbagai lini kehidupan, baik bidang pemerintahan, hukum,
maupun pendidikan. Penyimpangan moral akan semakin besar karena tiadanya tokoh-tokoh
pemimpin yang menjadi teladan.
Pengertian dan pemahaman serta pengamalan
Pancasila oleh warga negara Indonesia saat ini sudah berkurang karena sangat
minimnya pendidikan tentang nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila. Penjabaran
terhadap nilai-nilai luhur Pancasila tersebut belum tertuang di dalam suatu
ketetapan aturan tertulis yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum pelaksanaan
atau pengimplementasian Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Ketetapan aturan tertulis tentang penjabaran nilai-nilai luhur
Pancasila merupakan aturan yang mengikat setiap warga negara Indonesia (menjadi
hukum positif) serta dijadikan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara oleh seluruh komponen/bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pada
saat ini sudah berkembang perang asimetris (tidak berbentuk) di seluruh dunia
tidak terkecuali di Indonesia. Perang asimetris menggunakan media ideologi,
politik ekonomi maupun sosial budaya untuk memperoleh kemenangan (keunggulan)
atau memperoleh pengaruh yang kuat dalam tatanan kehidupan di suatu bangsa.
Perang asimetris ini dikembangkan atau diterapkan dengan pertimbangan bahwa
tidak memerlukan effort yang besar
dalam pengerahan kekuatan fisik (militer/pertahanan) dan untuk menghindari
korban yang banyak dalam penyelenggaraan perang. Indonesia memiliki potensi
sumber daya yang sangat melimpah baik sumber daya manusia maupun sumber daya
alam serta letak NKRI sangat strategis, sehingga Indonesia menjadi sasaran bagi
negara-negara kuat di dunia untuk menguasai SDA yang ada di Indonesia ataupun
bertujuan menghambat perkembangan bangsa Indonesia agar tidak menjadi kekuatan
baru di dunia internasional melaui perang asimetris. Salah satu sasaran perang
asimetris tersebut adalah pembiasan arti Pancasila dalam masyarakat.
Nilai-nilai
luhur Pancasila menjadi bias dalam pandangan masyarakat secara umum, sehingga
terjadi keraguan apakah benar Pancasila cocok untuk diterapkan di Indonesia. Terjadi
pembentukan opini secara menyeluruh melalui media massa yang ada di Indonesia
dimana opini tersebut menggiring pada suatu pemikiran meremehkan arti ideologi
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Banyak kelompok
yang pesimis dan bahkan timbul sinisme terhadap usaha menjadikan Pancasila
sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Walaupun
tidak menutup kemungkinan bahwa kelompok tersebut sebenarnya mempunyai maksud
terselubung, menginginkan dasar negara yang lain bagi bangsa Indonesia, yang
bersifat sektarian murni (terkungkung pada satu aliran saja) ataupun sebaliknya
yang bersifat murni nonsektarian tertentu. Mereka yang tergolong dalam kelompok
ini tampaknya terjebak oleh pemikiran sesaat yang sempit atau bahkan oleh
dorongan perasaan irasional-emosional, sehingga mengingkari kenyataan yang
dimiliki bangsa Indonesia sendiri yakni sebagai masyarakat majemuk,
multikultural dan heterogenitas bangsa yang sangat pluralistik. Masyarakat
pluralistik adalah masyarakat yang terdiri atas sejumlah golongan suku bangsa
yang terwujud dalam satuan-satuan masyarakat dengan kebudayaannya yang berdiri
sendiri, dan menyatu menjadi bangsa dalam sebuah negara. Indonesia terdiri dari
berbagai macam aneka ragam suku, ras, agama dan kehidupan sosial budaya dan
disatukan dalam satu kebangsaan yaitu Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan keanekaragaman tersebut menimbulkan adanya suatu perbedaan-perbedaan
dengan kepentingan-kepentingan yang bermacam-macam. Sehingga apabila tidak ada
sesuatu yang mampu menyatukan pandangan hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara maka perbedaan tersebut akan menjadi pemicu konflik internal di
antara masyarakat bangsa Indonesia. Hal yang mampu menyatukan pandangan hidup
tersebut merupakan sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan tidak
memihak atau menguntungkan satu golongan dan kepentingan tertentu. Bukan
sesuatu yang berasal dari golongan, suku, ras atau agama tertentu saja. Apabila
alat yang digunakan untuk mempersatukan suatu pandangan hidup berasal dari satu
golongan tertentu maka akan menyebabkan golongan yang lain tidak akan
mematuhinya.
Hal tersebut
sebenarnya dapat dihindari apabila setiap anggota masyarakat, utamanya para
penyelenggara negara dan para elite politik, dalam melaksanakan gerakan
reformasi secara konsekuen, mewujudkan masa depan Indonesia sesuai cita-cita
dan tujuan nasional NKRI, senantiasa berdasarkan pada kesadaran dan komitmen
yang kuat terhadap Pembukaan UUD 1945, yang di dalamnya mengandung nilai-nilai
Pancasila yang harus dijadikan pedoman. Selama beberapa tahun terakhir ini,
Pancasila, yang mengandung nilai-nilai budaya bangsa dan bahkan menjadi jiwa/roh
bagi kehidupan bangsa serta menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang
bermartabat, nampak dilupakan, sehingga bangsa ini seolah-olah kehilangan norma
moral sebagai pegangan dan penuntun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesungguhnya
secara formal bangsa Indonesia telah memiliki dasar yang kuat dan rambu-rambu
yang jelas bagi pembangunan masyarakat Indonesia masa depan yang
dicita-citakan. Pancasila telah menjadi kesepakatan nasional bangsa Indonesia
sebagai dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia di sepanjang sejarah Bangsa
dan Negara Indonesia. Kita pahami bersama bahwa Pancasila, yang sila-silanya
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi kesepakatan
nasional bangsa dan ditetapkan sebagai dasar negara sejak tanggal 18 Agustus
1945 dan berlanjut di sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Hal
ini dapat disimak dalam Pembukaan atau Mukadimah UUD atau Konstitusi yang
berlaku di Indonesia. Kesepakatan bersama ini merupakan perjanjian luhur atau
kontrak sosial bangsa, suatu kesepakatan yang mengikat warga negaranya untuk
dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya. Diakui bahwa kata Pancasila memang
tidak tertulis secara eksplisit, tetapi jiwa dan semangat substansinya
senantiasa terdapat dalam Pembukaan atau Mukadimah UUD tersebut. Baru kemudian,
jiwa dan semangat serta posisi dan peranannya dalam kehidupan bernegara
ditegaskan melalui Ketetapan MPR RI No. XVIII/MPR/1998, Pasal 1 yang menyatakan
: “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945, adalah dasar negara NKRI, dan harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara.” Kenyataan sejarah tersebut kiranya
perlu dilengkapi dengan berbagai justifikasi untuk membuktikan bahwa Pancasila
sebagai kesepakatan bangsa memiliki legalitas yang kuat, bahwa substansinya
mengandung kebenaran dan memiliki keabsahan ditinjau dari berbagai justifikasi
baik yuridik, filsafati dan teoritik, maupun sosiologik dan historik.
Untuk
mengatasi krisis multidimensional termasuk krisis moral yang sedang melanda
bangsa dan negara harus diawali dengan pembangunan moral dan karakter bangsa,
yaitu mendorong penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai Pancasila oleh
masyarakat sendiri dan selanjutnya mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dalam hal ini pokok permasalahannya adalah bagaimana menjabarkan
nilai-nilai Pancasila yang telah disepakati bersama sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan UUD 1945 menjadi Pedoman Umum sebagai tuntunan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Masalah besar yang masih harus dihadapi ialah
bagaimana menjabarkannya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan nyata
masyarakat di segenap aspek kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Hal
tersebut amat diperlukan pada era reformasi saat ini, yang arahnya Pancasila
nampak telah benar-benar dilupakan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat,
walaupun secara formal melalui ketetapan-ketetapan MPR-RI tetap diakui sebagai
dasar negara yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara.
Masyarakat
Indonesia digolongkan sebagai masyarakat pluralistik, dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, yang harus diwujudkan dalam membangun jiwa kebangsaan yang kuat,
berdiri di atas perbedaan kultur, agama, adat-istiadat, ras, etnis dan bahasa.
Keanekaragaman tersebut tidak boleh meretakkan kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia. Mulai dari masa sekarang dan masa-masa mendatang seluruh rakyat
Indonesia dan setiap warga negara Indonesia (WNI) harus dapat memahami hak dan
kewajibannya serta bagaimana bersikap dan bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Untuk itu semua, diperlukan komitmen yang kuat, kerja keras dengan
penuh kearifan dari segenap komponen bangsa, demi terwujudnya masa depan yang
cerah dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga masyarakat
Indonesia dapat memahami dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara menyeluruh.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas dapat
dilakukan melalui jalur pendidikan baik pendidikan dasar, menengah maupun
tinggi dengan kurikulum yang berisi materi untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik dalam hidup bernegara berdasarkan Pancasila. Warga negara Indonesia
secara menyeluruh harus mampu mengerti, memahami dan mengamalkan Pancasila
serta mau dan mampu melestarikannya. Adapun maksud, tujuan dan sasaran implementasi Pancasila adalah sebagai berikut
:
Maksud
Implementasi Pancasila :
1)
Mengembangkan pola fikir dan pola tindak berdasar pada konsep, prinsip, dan
nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2)
Mengembangkan sikap dan perilaku dalam mempertahankan dan menjaga kelestarian
Pembukaan UUD 1945.
3)
Mengembangkan kemampuan mengoperasionalisasikan demokrasi dan HAM berdasarkan
Pancasila.
4)
Mengembangkan kemampuan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang
sejalan dan tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara.
5)
Mengembangkan kemampuan mengoperasionalisasikan perekonomian nasional
berdasarkan Pancasila.
6)
Mengembangkan pola pikir Bhinneka Tunggal Ika yang berwujud sikap, tingkah laku
dan perbuatan dalam kehidupan bangsa yang pluralistik.
7)
Mengembangkan pemikiran baru dalam menghadapi perkembangan zaman tentang
Pancasila tanpa meninggalkan jatidirinya.
Tujuan
Implementasi Pancasila :
1)
Masyarakat memahami secara mendalam konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
2)
Masyarakat memiliki keyakinan akan ketangguhan, ketepatan, dan kebenaran
Pancasila sebagai ideologi nasional, pandangan hidup bangsa, dan dasar negara
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)
Masyarakat memiliki pemahaman, kemauan dan kemampuan mengimplementasikan
Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan kesepakatan bangsa, Pancasila adalah
dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka
konsekuensinya setiap warga negara harus memahami dan mengimplementasikan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Setiap warga negara harus
memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila,
dengan latar belakang pengalaman dan pendidikan masing-masing. Demi efektivitas
dan efisiensi, perlu dipilih kelompok sasaran yang strategis yang mempunyai
dampak ganda (multiplier effect)
yang tinggi dengan harapan agar mereka menjadi teladan dalam
mengimplementasikan Pancasila, antara lain :
a. Elite politik.
b. Insan pers.
c. Anggota legislatif, eksekutif dan yudikatif
baik di pusat maupun daerah.
d. Tokoh-tokoh masyarakat yaitu tokoh agama, tokoh
pendidikan, cendekiawan, tokoh pemuda, tokoh wanita dan tokoh adat.
e. Pengusaha.
f. Masyarakat luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar